topbella

Rabu, 02 Juli 2014

Cita rasa Cinta (karena cinta memiliki banyak rasa)

BAB II

- #Fidela
Yang selalu menunggu itu bukan kamu,tapi aku…
Yang selalu mengalah itu bukan kamu,tapi aku…
Yang takut kehilangan itu bukan kamu,tapi aku…
Seharusnya kalau kau memang tulus mencintaiku,kau bisa mengendalikan egomu…
-**-
Yang kubisa saat ini hanyalah menangis menunggu kabar darimu.sudah hampir satu bulan ini kau tidak ada kabar. Aku khawatir,takut terjadi apa-apa denganmu.setelah karirmu sukses,kau sering keluar kota bahkan keluar pulau membuat kita jarang bertemu. Dulu sesibuk apapun dirimu,selalu kau sempatkan untuk menelfonku atau sekedar mengirim pesan singkat utuk mengucapkan kalimat “aku cinta kamu”. Hal itu sudah membuatku merasa bahagia. “Erfan… dimana kamu sekarang” kata-kata itu bagai mantra  untuk menemukanmu.
Ting… tong…
Aku beranjak dari tempat tidurku sambil mengusap sisa air mata di pipi dan sudut mataku. Bell pintu apartemenku berbunyi lagi,aku menuju pintu dengan langkah agak tersendat,kubuka pintu itu perlahan.
                “kenapa sih lama banget buka pintunya!kita kan jadi khawatir”bentak Ines tiba-tiba
                “Ines sudah,Fi.. benar kata Ines,kami mengkhawatirkanmu.lagipula kau baru saja keluar dari rumah sakit.ayo kita makan dulu”Ayu menuntunku ke meja makan
Mereka berdua adalah sahabat sekaligus teman sekantorku. Mereka selalu ada untukku, mereka juga yang membawaku kerumah sakit saat aku pingsan.
Saat itu Ines mengomeliku habis-habisan karena aku tidak makan tiga hari dan tidurku juga tidak teratur.aku terlalu larut dalam kesedihanku memikirkan Erfan. Pikiran-pikiran buruk merasuk dalam benakku. “Apakah Erfan bertemu dengan wanita lain yang jauh lebih menarik?” selalu itu yang aku fikirkan saat itu. Membayangkan ditinggal Erfan saja aku sudah sangat takut… apalagi…. Aku benar-benar tidak bisa kehilangan Erfan. Mungkinkah aku mengalami Eremophobia,sekesepian itukah aku…
Setelah makan siang,kami berkumpul dikamar terdiam sibuk dengan fikiran masing-masing. Ayu memecah kesunyian itu.
                “bagaimana?sudah ada kabar dari Erfan?”
Aku hanya menggelengkan kepala. Yang semulanya Inas diam saja,kini dia angkat bicara memandangku tajam. Aku tau dia geram melihatku bertingkah seperti anak kecil.
                “Fi! Kau tau,aku pernah membaca sebuah kata-kata ,”Jangan jadikan hal kecil dalam hubungan  menjadi sebuah KEBIASAAN,pertama ditinggal tidur,terus ditinggal keluar tanpa kabar,dicuekin karena urusan kerja,ditinggal pergi dengan teman-teman,ditinggal karena urusan penting,nanti lama-lama DITINGGAL PERGI DEMI ORANG LAIN !!!””
Ayu membentak Inas yang membuatku tambah kalut. Aku tau karakter Inas,karena kami berteman sejak duduk dibangku kuliah. Dia selalu berterus terang,aku tau Inas menyayangiku dia berkata demikian hanya untuk menyadarkanku. Kata-kata Inas ada benarnya, Erfan sering bilang kalau dia bangun tidur ketika terlambat membalas pesanku. Tapi aku mempercayainya,karena aku tau kebiasaannya tidur. Akan tetapi,jika dicuekin karena urusan kerja…itu sedikit menohokku.
                “kalian sudah menjalin hubungan selama dua tahun lebih,haruskah tetap seperti ini? Kau wanita yang cerdas Fi,kau punya banyak pilihan.seharusnya kau bisa mencintainya dengan cara cerdas juga,jangan menyiksa dirimu seperti ini.lihatlah,badanmu tambah kurus.”Ayu mengusap punggungku lembut.
Air mataku menetes,mungkinkah aku wanita yang cerdas yang mempunyai banyak pilihan? Tapi jika aku sudah menetapkan pada satu pilihan ini bagaimana?. Justru aku tidak bisa mengerjakan apapun karena terlalu memikirkan itu semua.
                “tapi apakah kalian juga tau. kalau ketulusan sudah berbicara,yang dia bisa hanya bersabar dan bertahan meskipun itu menyakitkan. Bukankah cinta ada banyak rasa.”
                “meskipun dengan menyiksa diri?”Inas menatapku dengan penuh air mata
                “mungkin untuk saat ini memang terasa menyakitkan.tapi aku percaya suatu saat kita akan saling menyadari dan rasa sakit ini akan hilang tak berbekas. Aku masih mau memakai piring yang pecah darinya”.
                “jadi kau tetap akan memaafkannya apapun yang terjadi”.giliran Ayu yang menatapku tak kuasa membendung air matanya.”kenapa sebuah ketulusan harus diuji dengan penantian yang menyakitkan”lanjutnya.
Aku hanya menarik nafas dalam-dalam menahan sesak didadaku.
Hari sudah semakin gelap.Ayu dan Inas sudah pulang dari sejam yang lalu. Kupandangi layar ponselku,ku buka pesan-pesan yang kutujukan untuk Erfan,tapi tak satupun yang terkirim. Aku sangat mengkhawatirkan keadaan Erfan,kenapa ponselnya harus mati. Pikiranku kacau,jangan-jangan terjadi sesuatu pada Erfan aku benar-benar takut kehilangan Erfan. Aku hanya bisa berdo’a pada tuhan agar menjaga Erfan untukku.
Ponselku berdering menandakan ada pesan,kubuka tombol kunci ponselku. Aku merasa senang hingga air mataku menetes,tertera nama Erfan disana tapi entah mengapa ada rasa sakit yang mendalam dalam hatiku. Perasaan aneh apa ini,aku merasa senang mendapat kabar dari Erfan disisi lain aku juga merasakan sakit yang menyayat.
                -“Fi, maaf sayang aku lama tidak menghubungimu. Masih banyak yang harus aku kerjakan. Sekarang aku sedang sakit,jadi tidak bisa kembali kejakarta dalam waktu dekat”.-
Sakit??? Tuhan…lindungi Erfanku.batinku.
                -“tapi sepertinya aku yang lebih sakit”- setelah pesan balasanku terkirim aku menyesalinya,sebegitu mudahnyakah keegoisanku mengalahkan rasa rindukuku terhadap Erfan? Aku benar-benar menyesalinya. Kata-kata itu meluncur tanpa kusadari.
                -“apa maksudmu,pekerjaanku masih banyak disini.aku suntuk.lagipula aku sedang sakit sekarang,seharusnya kau mengerti.”-
                -“hal ini memang terlalu menyakitkan bagiku”-
                -“oh,jadi begitu.apa kau ingin mengakhirinya?terimakasih,kata-katamu mengecewakanku.kalau memang sudah tidak mencintaiku dan ingin putus bilang saja”-
Astaga,Erfan mudah sekali mengatakan hal semacam itu dalam setiap pertengkaran kita. Kata “PUTUS” selalu muncul darinya,itulah yang membuat aku meragukannya. Padahal selama ini sekalipun aku tidak pernah mengatakan hal tabu itu. Kenapa dia malah rela melepasku,bukannya mencegahku agar tidak pergi. Aku merasa kalau dia tidak punya rasa memiliki atas diriku.
                -“ya sudah,selesaikan dulu pekerjaanmu.semangat sayang,jangan lupa untuk menghubungiku jika sudah tidak sibuk”-
                -“entahlah,aku tidak mengerti apa maumu”-
                -“aku selalu mendo’akan dan mendukungmu”- kata-kata itu tulus dari dasar hatiku.selama ini kau bukannya tidak mengerti,tapi memang tidak mau mengerti. Selalu saja aku yang pertama kali mengalah setiap kita bertengkar,karena aku ingin baik-baik saja dan tidak ingin ditinggalkan olehmu. Cintaku benar-benar tulus tanpa syarat,mengertilah Erfan.
Setelah kejadian itu Erfan tidak pernah menghubungiku lagi. Aku ingin menghubunginya lebih dulu,tapi aku takut dia marah dan semakin kesal. Mengingat sifatnya yang arogan,aku mencoba bersabar menghadapinya.

               

- #Erfan
Bali memang indah,suasana yang eksotis terasa nyaman untuk tempat bersantai. Pekerjaan yang menumpukpun akan terasa ringan setelah memandang senja di tanah Bali. Mungkin juga tempat yang nyaman untuk selingkuh. Aku merasa bersalah mengingat kelakuanku ini,tapi masa lalu membuatku kembali tergoda.
Monic, mantan terakhirku sebelum bersama Fidela. Aku kembali terlena oleh rayuannya,saat itu aku kembali bertemu dia setelah acara meeting di pantai Lovina. Selama di Bali aku dan rekan kerjaku tinggal di penginapan dekat pantai Lovina.
Dian,teman sekantorku yang ternyata kenal baik dengan Monic memberitahuku kalau Monic akan ke Bali menjemput sepupunya sekaligus liburan. Aku merasa ada perasaan aneh saat bertemu kembali dengan Monic,meskipun dia sudah mencampakanku.
                “hai,lama tidak bertemu”
Aku hanya terdiam sambil terus menatapnya,dia tetap anggun dan cantik seperti dulu. Tidak seperti Fidela yang tidak terlalu mengutamakan penampilan. Astaga! Aku punya Fidela,tapi aku tertarik dengan wanita lain yang bukan siapa-siapaku,bahkan dia masa lalu yang menyakitiku.
                “Fan,maafkan kesalahan masa laluku. Aku ingin bersamamu lagi,aku masih mencintaimu.aku baru sadar kalau kau yang terbaik bagiku. Aku janji tidak akan mengulangi perbuatanku lagi”
Aku masih terdiam melihat tatapan menyesalnya. Aku benar-benar termakan rayuannya,sudah kucoba untuk mengelak,tapi aku tidak bisa. Sejak saat itu aku mulai berhubungan dengannya, kami tinggal sekamar. Kami selalu pergi bersama layaknya seorang kekasih,saat itu aku tidak ingat sama sekali dengan Fidela bahkan ponselku aku biarkan mati. Aku menikmati kebersamaanku dengan Monic.
Setelah hampir dua minggu kita bersama, Monic dijemput tunangannya untuk pulang. Ternyata dia hanya bertengkar dengan tunangannya dan memanfaatkan aku untuk mengisi kesepiannya. Aku merasa terpukul,rasa sakit menyelimutiku dan disaat itu aku baru tersadar kalau Fidela menungguku. Aku merasa seperti orang paling jahat, sudah berbuat seperti ini padanya,aku menyesal. Aku mencoba menghubungi Fidela membuat alasan,berharap dia memaafkan aku. Tapi balasan yang kudapat malah menyulut emosiku.
                -“tapi sepertinya aku yang lebih sakit”- balasan dari  Fidela malah membuatku marah,aku semakin suntuk dibuatnya. Aku butuh hiburan dan dukungan darinya saat ini.
                -“apa maksudmu,pekerjaanku masih banyak disini.aku suntuk.lagipula aku sedang sakit sekarang,seharusnya kau mengerti.”-
                -“hal ini memang terlalu menyakitkan bagiku”- menerima balasan ini, emosiku semakin tidak stabil dan membuatku mengatakan kata-kata kasar padanya.
                -“oh,jadi begitu.apa kau ingin mengakhirinya?terimakasih,kata-katamu mengecewakanku.kalau memang sudah tidak mencintaiku dan ingin putus bilang saja”-
Aku tidak mengerti,Fi selalu seperti ini dia tidak mau bicara terus terang mengenai keinginannya. Kata-katanya selalu tidak bisa ku artikan,aku butuh teman. Aku berjalan keluar penginapan menyusuri pantai,terlihat sosok bayangan duduk disebuah gazebo.
                “Radit!” sosok itu kemudian menoleh
                “eh,Fan.tumben sendirian,dimana pasanganmu?”
Kata-kata Radit membuatku merasa bersalah,aku tahu yang dimaksud Radit itu Monic,bukan Fidela.
                “Monic bukan siapa-siapaku,dia hanya….” Aku mulai menceritakan detail ceritanya mulai awal. Entah apa yang kurasakan saat ini,mungkin aku terbawa perasaan bersalahku pada Fidela sehingga aku menceritakan semuanya pada orang yang baru 24jam aku kenal. Aku menceritakan pertengkaran-pertengkaranku dengan Fidela dan tanggapan Fidela mengenai pertengkaran-pertengkaran kami.
                “sekarang aku menyesalinya,aku terlalu jahat dan kasar padanya.sepertinya dengan meminta maaf saja tidak cukup”
                “memang”aku terkesiap mendengar perkataan Radit.”mendengar ceritamu tadi aku bisa menyimpulkan kalau kau terlalu childish,terlihat jelas kalau Fidela merasa tersakiti dan menahan perasaannya.dia terlalu sabar menanggapi sifatmu yang arogan dan sering marah-marah.dia yang selalu mengalah lebih dulu lalu kau meminta maaf setelahnya dan meyakinkan dia kalau tidak akan terulang lagi.dan selanjutnya kau menganggap tidak terjadi apa-apa saat bertemu kembali.kalau terus seperti itu tidak aka nada titik terang,seharusnya sebagai seorang laki-laki kau lebih tegas dan mendahului pembicaraan masalahnya,karena yang bisa dilakukan wanita hanyalah menunggu.”
                “aku tidak mengerti apa maunya”
                “ralat! Kau bukannya tidak mengerti,akan tetapi tidak mau mengerti.karena kau tidak mau mendengarkan perkataannya.dan sekarang kesalahanmu sudah sangat besar,kau menghianatinya.berselingkuh dengan masalalu yang sudah menyakitimu sama saja dengan memakan bangkai dan pada akhirnya kau sama busuknya dengan bangkai tersebut.belum bertemu saja aku sudah merasakan ketulusan Fidela terhadapmu.”
Aku hanya terduduk menundukkan kepala meratapi kepedihanku,menyesali semuanya. Selama ini aku memang tdak menghiraukan perasaanku,karena aku terlalu larut dengan rasa sakit dimasa lalu. Jadi yang kufikirkan selama ini adalah bagaimana caranya agar aku tidak merasakan sakit hati seperti yang dulu,hingga tidak memikirkan perasaan Fidela.
                “Erfan,mulai sekarang kau harus jadi laki-laki yang peka,cekatan dan inisiatif. Memberi kabar terlebih dahulu tanpa ada kode. Menilik sifat Fidela,dia tidak akan pernah bosan denganmu selama kau membuatnya bahagia,nyaman dan selalu ada kabar untuknya. Karena jika tersakiti,dia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali memendam dan menangis (by:radityadika). Dia sangat menyayangimu, karena itu dia selalu mengalah dan ingin semua baik-baik saja,karena bukan berarti dia tidak tahu kalau kau berbohong. Satu hal lagi,jika kau sudah mulai bosan,ingatlah saat kau pertama kali mencintainya karna itu akan terasa manis.”
Aku berjalan menuju kamarku,kuhempaskan tubuhku ke tempat tidur sambil menatap langit-langit memikirkan perkataan Radit. Mungkin Radit benar,Fidela pasti tahu kalau aku berbohong. Karena dia wanita yang cerdas, aku baru ingat justru kecerdasannya itu yang membuatku menyukainya. Tapi kenapa? Kenapa dia harus memendam perasaannya? Atau mungkin benar kata Radit,dia terlalu takut karena aku arogan dan cepat marah. Tuhan…. Fidela,aku minta maaf atas keegoisanku selama ini.
Aku harus segera pulang dan menemui Fidela,dia sudah terlalu lama menungguku. Kuputuskan pagi ini juga aku pulang dan mengambil jadwal penerbangan paling awal menuju Jakarta.
Keesokan harinya aku menuju apartemen Fidela, perasaanku campuraduk antara rindu dan menyesal. Sesampainya didepan kamar Fidela aku memberanikan diri mengetuk pintu kamarnya. Terdengar suara langkah kaki menuju pintu.
                “Fidela…” suaraku serak akibat tertahan,aku terkejut melihat keadaan Fidela. Dia semakin kurus bahkan nyaris tidak ada daging disana. Aku tidak bisa menahan diri untuk segera memeluknya, kuraih tubuh Fidela dan kudekap dengan erat sambil terus mengucapkan kata maaf. Bahkan tubuhnya yang ada dalam dekapanku terasa lemah tak berdaya, kubelai rambut panjangnya perlahan sambil melepas pelukanku. Kuraih tangannya yang mungil dan kucium, bahkan tangan yang biasanya hangat,kini terasa dingin ditangan dan bibirku.
Astaga tuhan…. Ada apa dengan Fidelaku. Wajahnya terlihat pucat dengan tatapan kosong dan senyum yang samar. Aku berusaha mencari Fidelaku yang dulu yang mungkin bersembunyi, Fidelaku kini terasa tersiksa.
Pertemuan kami kali ini terasa canggung,Fidela banyak terdiam begitupun juga denganku.
                “tidak adakah yang ingin kau katakan padaku?” seru Fidela memecah keheningan.
Aku terbangun dari lamunanku yang sedari tadi memikirkan keadaan Fidela selama aku tidak ada.”banyak yang ingin kukatakan yang akan membuatmu sakit hati” jawabku akhirnya.
                “katakan saja jika itu lebih baik”
                “maaf karena membuatmu tersakiti selama ini, aku tau kau sangat menderita. Dan kemarin saat di Bali aku bertemu kembali dengan Monic”
Aku merasakan perbedaan raut wajah Fidela saat mendengar nama Monic. Karena kita memang pernah saling berbagi cerita masa lalu.
                “teruskan”suara Fidela terdengar pelan dan lemah
Aku meneruskan ceritaku dari awal aku bertemu dengan Monic sampai akhirnya dia dijemput oleh tunangannya. Bahkan aku juga menceritakan kalau aku sempat tidur dengannya.
                “Fidela, aku minta maaf,aku benar-benar minta maaf.sekarang kalau kau ingin menamparku tampar saja aku”.aku tidak tahan melihat raut wajah Fidela dengan tatapan kosong. Itu semua malah membuatku semakin tertekan dan miris, akhirnya aku menundukkan kepala menyesali perbuatanku.
Kurasakan tangan Fidela menyentuh wajahku menuntunku untuk menatapnya,sambil terus memegangi wajahku dia berkata”aku tidak akan menyakiti calon suamiku,katamu aku yang terbaik. Bukankah kita akan menikah?. Aku masih bisa memakai piring yang pecah darimu sayang” entah kenapa kata-kata itu bagaikan mantra penenang untukku,hatiku sedikit damai tapi perasaan bersalah itu tetap ada. Sekarang aku yakin Fidela memang yang terbaik bagiku,aku memang berjanji akan menikah dengannya tapi aku melupakannya begitu saja dan sekarang aku diingatkan kembali.
#Fidela
Aku terduduk di tempat tidurku,percakapanku dengan Erfan terasa masih terdengar jelas ditelingaku. Aku nyaris tidak memiliki emosi,pikiranku kosong berasa tak bernyawa tubuhku melemah. Aku mencoba mengistirahatkan tubuhku yang lemah dengan berbaring ditempat tidur. Oh tuhan… apa sebenarnya yang terjadi padaku saat ini “feel I will die in this time” batinku.
Erfan jelas-jelas mengatakan kalau dia selingkuh,tapi aku tidak bisa marah padanya. Bahkan dengan senang hati aku memaafkannya,hatiku terasa ngilu dan sakit. Tapi aku tidak bisa meluapkan emosiku,aku hanya bisa diam dan memaafkan semua kesalahan Erfan.
                “maaf karena membuatmu tersakiti selama ini, aku tau kau sangat menderita. Dan kemarin saat di Bali aku bertemu kembali dengan Monic” pernyataan itu tersa seperti petir yang menyambar disiang hari,fikiranku semakin kosong.
                “teruskan”.seruku dengan perasaan menahan tangis dan sesak didadaku sehingga suaraku terdengar serak dan lemah
Erfan menceritakan semuanya padaku,pengakuan-pengakuan itu benar-benar menyakitiku. Ingin rasanya aku menangis saat itu juga,tapi air mataku tidak bisa keluar karena terlalu menyakitkan. Bayangan-bayangan Erfan akan meninggalkanku muncul begitu saja.
Akhirnya aku sudah tidak bisa menahan sesak didadaku,air mataku merembes keluar dari celah mataku yang terpejam. Tuhan,boleh aku bertanya padamu? Apakah rasanya mencintai memang sesakit ini? Aku tunggu jawabanmu tuhan.
Sepulang dari kantor nanti Erfan ingin menemuiku,katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan. Fikiran-fikiran buruk mulai merasukiku,bagaimana tidak? Setelah kejadian itu kepercayaanku pada Erfan sedikit berkurang. Meskipun saat itu keadaan kami sudah membaik. Tapi fikiran akan ditinggalkan Erfan tidak bisa lepas dariku, karena selama ini yang berpotensi meninggalkan adalah Erfan.
Suasana kantor masih ramai,aku meminta ijin untuk pulang cepat sehingga pekerjaan aku selesaikan dengan cepat. Aku sengaja mempercepat jadwal pertemuanku dengan Erfan,karena tidak sabar mendengar apa yang dikatakannya nanti.
Lokasi perjanjian tidak jauh dari kantorku,kuputuskan untuk berjalan kaki,itu café langganan kita dulu.setiap jam istirahat dan pulang kerja kami menyempatkan diri untuk mampir ke  café itu. Bercerita masalah pekerjaan dan hal-hal lainya. Aku tersenyum mengingat kebersamaanku bersama Erfan dulu. “itulah yang membuatku mampu bertahan selama ini sayang,karena disitu aku bisa merasakan cintamu” gumamku. Tapi senyumku memudar membayangkan hal buruk yang akan kudapat nanti,aku berfikiran kalau Erfan akan mengatakan kalau dia sudah tidak bisa lagi bersamaku.
Hari masih begitu terang saat ini menunjukkan pukul 15.25,lima menit lagi jadwal pertemuan kami. Aku melihat sosok yang kukenal diseberang sana,dia tersenyum dan melambaikan tangannya padaku. “tidak apa-apa,jika dia sudah tidak lagi mencintaiku. Aku akan tetap mencintainya meskipun tidak akan bersamanya” batinku. Aku tersenyum dan melangkah menuju Erfan.
                “Fidela!! Awas!!!” aku mendengar teriakan Erfan,saat itu aku reflek melihat sisi kiriku. Ada mobil sedan yang melaju kencang,aku tidak bisa berbuat apapun,langkahku terasa berat seperti tertahan disitu. Saat itu juga aku merasa tubuhku melayang dan terasa ringan,aku merasa kedinginan. Aku merasa mengantuk ingin cepat tidur. Ayah,ibu Fi minta maaf karena sudah banyak salah. Aku merasa ada seseorang yang memanggil namaku berulang kali,suara itu terdengar panik,dan aku kenal betul dengan suara itu. Erfan, aku mencintaimu tulus tanpa syarat apapun. Kutatap wajah Erfan dengan sisa tenagaku,aku sudah tidak kuat lagi menahan rasa kantukku,saat itu juga aku merasakan semuanya menjadi gelap.
#Erfan
Aku membaca kembali catatan kecil berwarna biru muda milik Fidela.disana tertulis jelas ungkapan perasaanya,dimana dia sangat mencintaiku dan sangat membenciku. Aku membayangkan wajah Fidela saat menulis ini semua,banyak ekspresi disana. aku melihat kotak kecil warna merah di meja kerjaku,kubuka isi kotak itu sambil membayangkan kejadian setahun lalu.
Perasaan ku waktu itu sangat menggebu-gebu ingin mengungkapkan rasa cintaku pada Fidela. Aku sudah membulatkan tekat untuk melamar Fidela,karena aku sadar hanya dia yang terbaik untukku dan aku berjanji tidak akan menyakitinya lagi. Sudah cukup penderitaan Fidela atas diriku. Saat itu aku menelfon Fidela untuk bertemu di café langganan kami,aku datang sejam lebih awal,tidak sabar melihat wajah Fidela.
                ***
Aku melihat Fidela diseberang jalan, kulambaikan tanganku agar dia melihatku. Dia tersenyum kearahku,aku sangat bahagia. Kupegang erat kotak kecil disaku celanaku,aku bertekad untuk melamar Fidela. Tidak sabar rasanya untuk segera menyematkan cincin ini di jarinya.
Tapi kebahagiaanku hilang sekejap ketika melihat mobil sedan melaju kencang kearahnya saat dia mulai menyeberang jalan.
                “Fidela!! Awas!!!” aku segera berlari kearahnya,tapi mobil itu lebih dulu menyambarnya. “Fidela! Fidela! Fidela!bertahanlah sayang”. Saat itu wajahnya semakin pucat dan dingin dia menatapku hendak mengatakan sesuatu,sorot matanya penuh cinta.
                ***
Air mataku menetes mengingat masa itu,aku menyuruhmu untuk bertahan sebentar saja tapi kau terlanjur pergi. Tapi kemudian aku sadar,kalau kau sudah lama bertahan akan diriku. Bahkan disaat terakhirpun aku merasakan cinta darimu,hal itu terlihat jelas dengan bukti goresan tinta milikmu yang kupegang saat ini.
Esok adalah hari ulang tahunmu,tahun kemarin aku tidak bisa mengucapkan secara langsung padamu karena harus keluar negeri. Maafkan aku sayang,lain kali akan kuluangkan waktu untukmu.
Saat ini aku menuju kesuatu tempat yang dari dulu ingin segera kukunjungi karena sangat merindukan seseorang yang ada disana. kulirik bangku sebelah kiriku,aku tersenyum membayangkan wajahmu yang terlihat gembira saat menerima bunga ini. Rangkaian white lily itu benar-benar terlihat anggun dan lembut. Aku teringat ucapanmu dulu
                “aku menyukai white lily,karena dia terlihat seperti seorang wanita yang anggun.meskipun dia terlihat rapuh,tapi dia berusaha untuk tetap kuat”.
Tempat ini begitu luas dan lapang,rumput-rumput hijau tertata dengan rapi. Aku berlutut meletakkan bunga kesayanganmu.
                “selamat ulang tahun sayang,aku senang hari ini aku bisa secara langsung berhadapan denganmu.aku rindu padamu,tidakkah kau merindukanku? Lihat,aku sudah merentangkan tangan,biasanya kalau aku bilang rindu,kau segera memelukku. Aku ingin dipeluk olehmu. Baiklah,kalau kau tidak bisa memelukku biar aku saja yang memelukmu”. Segera kurangkul nisan bertuliskan nama Fidela dan kuusap perlahan.”aku mencintaimu Fidela sayang”.

Aku benar-benar tidak bisa melupakan tulusnya cinta Fidela,hingga kini tidak ada yang bisa menggantikan posisimu dihatiku,karena kau memang tidak tergantikan. Kau yang mengajariku untuk setia,aku menghargai caramu bertahan. Kaulah pemenangnya….

0 komentar:

Posting Komentar